Senin, 25 November 2024

 

Dampak Narasi Media Massa Arus-Utama terhadap Persepsi Masyarakat mengenai Ahmadiyah

SAP 14

 

            Studi ini mengkritisi kecenderungan studi-studi Ahmadiyah yang mengabaikan kenyataan bahwa persekusi terhadap Ahmadiyah merupakan efek dari narasi media massa arus-utama yang berpihak pada kepentingan politik kelompok Muslim konservatif. Mayoritas studi tentang Ahmadiyah bersifat apolitis, hanya berfokus pada bentuk-bentuk persekusi yang dialami Ahmadiyah (Burhani, 2014; 2019), pada upaya representasi diri yang dilakukan Ahmadiyah melalui ruang media (Schafer, 2015), dan gagal memberikan jawaban mengapa persekusi terjadi (Ghaffar, 2023; Rizkita, 2022; Wulandari, 2023; Tanveer, 2020). Studi Wolf (2019) dan Saeed (2012) dalam konteks Pakistan tampaknya memberikan perhatian pada aspek politik dalam penindasan Ahmadiyah, tetapi mereka juga mengabaikan faktor pengaruh/dampak media. Berbeda dengan itu, dengan merujuk kepada gagasan Perse (2001) tentang pengaruh media massa terhadap opini publik, peneliti berargumen bahwa persekusi dan penindasan yang dialami oleh Ahmadiyah terjadi karena pengaruh media arus-utama yang sangat kuat dikendalikan oleh kepentingan politik mayoritas, dan dalam waktu yang lama, persekusi yang difasilitasi oleh media ini memengaruhi pikiran publik. Perse (2001) menegaskan bahwa dalam pembentukan opini publik, media massa berperan penting sebagai platform di mana isu politik dibahas dan peristiwa politik dimainkan.

Studi ini menggarisbawahi bagaimana suara mayoritas (Muslim konservatif) secara politik mendominasi media arus-utama, dan memengaruhi pikiran publik tentang Ahmadiyah. Hal ini sejalan dengan gagasan Perse (2001) yang mengutip Noelle-Neumann tentang the spiral of silence, di mana suara dominan mayoritas menguasai media massa dan mereka yang minoritas karena takut dipersekusi memilih tidak menyuarakan pemikirannya. Dalam hal ini, narasi mayoritas Muslim tentang Ahmadiyah sebagai kelompok yang sesat dan menyimpang tampil menguasai media arus-utama di satu sisi (Heychael, Rafika, Adiprasetyo, & Arief, 2020), sementara itu, di sisi lain, Ahmadiyah mendiamkan pandangan/narasi mereka untuk menghindari sorotan atau persekusi mayoritas dominan (Kelso, 2022). Studi mutakhir yang dilakukan Ma’arif (2022) di Indonesia dan Tanveer (2020) di Kanada mengonfirmasi bagaimana Ahmadiyah berusaha untuk tidak terlihat berbeda dengan pandangan mayoritas yang dominan.

Peneliti memandang bahwa apa yang dialami oleh Ahmadiyah sebagaimana di atas berkaitan dengan kekuatan media massa dalam pembentukan opini publik. Hal ini merujuk pada gagasan Perse (2001) yang mengatakan, media massa merupakan kekuatan pencipta realitas sosial melalui peliputan opini publik; artinya media massa memproyeksikan konstruksi pandangan politik dalam masyarakat berbasis pada pandangan dominan (Perse, 2001). Berkaitan dengan persekusi Ahmadiyah, media massa arus-utama membentuk realitas sosial tentang kesesatan komunitas ini dengan mengikuti pandangan dan norma mayoritas Muslim sebagai kelompok dominan, yang dikendalikan oleh otoritas MUI. Studi Nastiti (2014) menegaskan bahwa konstruksi sosial terkait minoritas Ahmadiyah terbentuk dengan memberikan prioritas pada pandangan dan nilai-nilai mayoritas. Sehingga, secara politik, keberpihakan media massa arus-utama kepada suara mayoritas telah melemahkan pengaruh pemikiran Ahmadiyah.

Meskipun Ahmadiyah, apabila merujuk Perse (2001) tentang tindakan selektif terhadap konten media, dapat saja menolak konten media massa arus-utama yang mempersekusi mereka, tetapi dominasi suara mayoritas dalam media arus-utama pada waktu yang lama dan terus menerus telah membentuk opini publik tentang keberadaan Ahmadiyah. Sehingga, pikiran umum yang berkembang dalam ruang publik adalah pikiran yang menempatkan Ahmadiyah sebagai kelompok yang telah melenceng dari keyakinan yang benar. Pengalaman persekusi Ahmadiyah di berbagai dunia seperti Pakistan, Malaysia, dan Algeria (Greenwalt, Mohammad, & Vellturo, 2021) juga mengkonfirmasi bagaimana pikiran mayoritas telah menjadi pikiran publik tentang kesesatan Ahmadiyah (Sheikh, & Raja, 2024). Sheikh dan Raja (2024) menunjukkan bagaimana narasi Islam konservatif yang merupakan mayoritas di Asia Selatan digunakan untuk menyebut Ahmadiyah sebagai “yang lain” (telah keluar dari kebenaran).

Peneliti berpendapat bahwa pengalaman panjang persekusi Ahmadiyah di berbagai negara tidak terlepas dari efek kumulatif media dalam waktu yang lama. Perse (2012) mengkategorikan efek spiral keheningan ke dalam model efek kumulatif. Efek kumulatif berfokus pada pentingnya konten media yang seragam di berbagai media massa arus-utama untuk memengaruhi pikiran publik. Dalam hal ini, liputan media yang berpihak pada kepentingan mayoritas tampil konsisten dan terus menerus di berbagai media. Sehingga, berbasis pada efek kumulatif ini, konten media arus-utama membentuk persepsi publik untuk turut mempersekusi Ahmadiyah. Meskipun beberapa studi seperti Burhani (2011), Schafer (2015), dan Wulandari & Bawono (2023) memperlihatkan praktik bermedia dalam komunitas Ahmadiyah, tetapi ketidak-berdayaan Ahmadiyah secara politik tampaknya tidak mampu mengimbangi kekuatan efek kumulatif media massa yang telah berlangsung lama.

Selain itu, dominasi kepentingan politik mayoritas dalam media massa arus-utama semakin terlihat dari ketakutan terhadap isolasi yang cukup konstan dialami komunitas Ahmadiyah belakangan ini. Karena ketakutan isolasi, Ahmadiyah mengubah strategi pergerakannya (Connley, 2016; Solikhati, 2022; Ma’arif, 2022) untuk menghindari benturan dengan kelompok mayoritas. Ketakutan ini terjadi, sebagaimana ditegaskan oleh Perse (2012), sebagai dampak paparan kumulatif dari penggambaran media massa arus-utama yang konsisten berpihak pada opini publik yang dominan. Akan tetapi, upaya Ahmadiyah menghindari tekanan mayoritas menjadi tidak berarti sejak efek paparan kumulatif media telah mengukuhkan norma umum yang berlaku dalam masyarakat tentang kesesatan Ahmadiyah (Heychael, 2021). Ahmadiyah karenanya menjadi semakin terisolasi.

Lebih jauh, studi ini memandang bahwa bentukan pikiran publik terhadap Ahmadiyah merupakan efek dari isu persekusi yang telah menjadi peristiwa media. Dayan & Katz (1992) mengatakan bahwa peristiwa media melebihi apa yang ditayangkan sehari-hari oleh media tetapi tentang peristiwa-peristiwa tertentu yang ditampilkan secara langsung dalam media, menyita perhatian publik, dan memberikan efek secara massal. Persekusi terhadap Ahmadiyah yang berlangsung lama dan terus menerus telah menjadi sebuah krisis dalam konteks pluralitas (Budiwanti, 2001) dan sebagai sebuah krisis, ia menjadi peristiwa media (Perse, 2001). Dalam hal ini, sebagai peristiwa media, persekusi terhadap Ahmadiyah sering kali muncul mewarnai media layaknya sebuah event yang berulang dengan keterlibatan banyak pihak. Dan karena media massa arus-utama membingkai sesuatu berdasarkan opini publik, peristiwa persekusi Ahmadiyah selalu dikuasi oleh narasi yang berpihak pada kepentingan mayoritas.

Pertanyaan yang hendak dijawab adalah bagaimana terpaan media massa arus-utama yang bekerja untuk kepentingan politik kelompok mayoritas berpengaruh terhadap opini masyarakat mengenai persekusi Ahmadiyah?

 

Referensi

Perse, E. M., & Lambe, J. (2001). Media effects and society. Routledge.

Dayan, D. and Katz, E. (1992) Media Events: The Live Broadcasting of History. Cambridge, MA: Harvard University Press.

Budiwanti, E. (2009). Pluralism collapses: A Study of the Jama’ah Ahmadiyah Indonesia and its persecution (May 19, 2009). Available at SSRN: https://ssrn.com/abstract=1645144 or http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.1645144.

Burhani, A.N. (2014). Conversion to Ahmadiyya in Indonesia: Winning Hearts through Ethical and Spiritual Appeals. Journal of Social Issues in Southeast Asia, 1 (3), 657-90. 

Burhani, A. (2019). 12. Ahmadiyah and Islamic Revivalism in Twentieth-Century Java, Indonesia: A Neglected Contribution. In N. Saat & A. Ibrahim (Ed.), Alternative Voices in Muslim Southeast Asia: Discourses and Struggles (pp. 199-220). Singapore: ISEAS Publishing. https://doi.org/10.1355/9789814843812-014.

Connley, A. (2016). Understanding the Oppressed: A Study of the Ahmadiyah and Their Strategies for Overcoming Adversity in Contemporary Indonesia. Journal of Current Southeast Asian Affairs, 35(1), 29-58. https://doi.org/10.1177/186810341603500102.

Greenwalt, P., Mohammad, N.,Vellturo, M. (2021). Persecution of Ahmadiyya Muslims. United States Commission on International Religious Freedom Kohari, A. (2021). How social media became a deadly trap for a minority group in Pakistan. Rest of world. https://restofworld.org/2021/facebook-pakistan-ahmadis/. 

Heychael, M., Rafika, H.,Adiprasetyo, J., & Arief, Y. (2021). Marginalized religious communities in Indonesian Media: A Baseline Study. Remotivi. 

Kelso, E. (2022). Truth in Progress:  Second-Generation Ahmadi-Muslim Women Performing Integration in Germany. Südasien-Chronik-South Asia Chronicle, Universität zu Berlin, pp. 285-306.

Ma’arif, B.S., Hirzi, A.T., & Khuza’i, T.  (2022). Communication dynamics of Jemaat Ahmadiyya Indonesia (JAI) organization after persecution. Routledge.  

Rizkita, M., & Hidayat, A. (2023). Love for all hatred for none: Ajaran teologis dan respon Ahmadi terhadap perusakan Masjid Miftahul Huda di media sosial. Nuanasa, 20 (1). https://doi.org/10.19105/nuansa.v20i1.7378. 

Tanveer. R. (2020). Ahmadiyya and secularism: Religious persecution at home affects endorsement for secular values in Canada. Religion and Culture Major Research Papers. 3. 
https://scholars.wlu.ca/rlc_mrp/3. 

Wolf, S.O. (2019). Persecution against the Ahmadiyya Muslim Community in Pakistan: A multi-dimensional perspective. Sadf Research Report, 1. www.sadf.eu. 

Saeed, S. (2012), "Political Fields and Religious Movements: The Exclusion of the Ahmadiyya Community in Pakistan", Go, J. (Ed.) Political Power and Social Theory (Political Power and Social Theory, Vol. 23), Emerald Group Publishing Limited, Leeds, pp. 189-223. https://doi.org/10.1108/S0198-8719(2012)0000023011.

Schäfer, S. (2015). New Practices of Self-Representation. The Use of Online Media by Ahmadiyya and Shia communities in Indonesia and Malaysia. In Schneider, Richter (Hg.) 2015 – New Media Configurations and Socio-Cultural, 175–198. 

Sheikh, L. A., & Raja, R. (2024). The Othering of the Ahmadiyya Muslim Community: Constructing Narratives. International Journal on Minority and Group Rights (published online ahead of print 2024). https://doi.org/10.1163/15718115-bja10157.

Nastiti, A. (2014). Discursive Construction of Religious Minority: Minoritization of Ahmadiyya in Indonesia. Deutsches Asienforschungszentrum Asian Series Commentaries, 19, Available at SSRN: https://ssrn.com/abstract=2472294.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SINTESIS SAP 9 - SAP 14 SAP CPMK Pertanyaan Pertanyaan Sintesis 9   Teori Me...