Praktik
Media Ahmadiyah
sebagai
Ruang Alternatif dan Taktik Melawan Dominasi Media Arus Utama
(SAP
2: Media dan Praktik - Revisi)
Para
peneliti sebelumnya menyatakan bahwa media sebagai praktik telah menyebabkan
hilangnya dominasi pembuat teks media dalam mengatur/menguasai penerima atau
konsumennya (Raetzsch, 2020; Wang & Guo, 2023; Witschge & Harbers,
2018; Campbell, 2022). Artinya, media sebagai praktik telah menempatkan
kegiatan bermedia bukan lagi sekadar praktik konstruksi teks yang dikuasai oleh
pihak dominan. Studi ini menggunakan pemikiran Couldry (2004) untuk mengkaji
kegiatan media Jama’ah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam melawan narasi struktur
dominan melalui praktik bermedia yang mereka lakukan. Menurut Couldry, media
tidak hanya sebagai teks atau objek konsumsi, tetapi sebagai rangkaian praktik
yang dilakukan orang dalam interaksi mereka sehari-hari dengan media (Couldry,
2004). Couldry mengkritik gagasan fungsionalisme media, mengakui keragaman
praktik media, dan mendorong praktik-praktik media untuk dapat berperan dalam
mengatur ulang praktik-praktik sosial lainnya. Studi ini berargumen bahwa
praktik media JAI telah mencerminkan wujud keragaman media di tengah media
arus-utama yang dominan di mana JAI melawan konstruksi teks media arus-utama
yang melihat mereka sebagai objek.
Studi ini sejalan dengan kerangka de Certeau
(1984) yang memandang praktik media JAI sebagai taktik dalam melawan struktur
dominan. JAI dapat memainkan taktik sehari-hari melalui narasi media yang
mereka miliki untuk melawan arus-utama yang berada pada kutub ‘strategis’ (Certeau,
1984). Certeau (1984) berfokus pada gagasan bahwa orang-orang biasa bukan
sekadar pasif tetapi aktif dan dapat memanipulasi lingkungan di sekitarnya
melalui tindakan sehari-hari, melalui ‘taktik’. Apabila “strategi” berada dalam
wilayah penguasa untuk mengatur dan mendisiplinkan, taktik memungkinkan
individu untuk menentukan arah interaksinya dengan kekuasaan melalui
praktik-praktik subversif sehari-hari. Melalui kerangka ini, JAI menggunakan manuver
taktis JAI dengan cara bernarasi secara soft melalui media untuk
berhadapan dengan kekuasaan arus-utama.
Untuk
dapat bertahan dalam struktur yang menguasainya, JAI bisa melakukan berbagai
dinamika taktis (Certeau, 1984). Media, dalam hal ini new media dengan sifat
keterbukaannya, menjadi ruang untuk memainkan narasi taktis dalam melawan
narasi dominan, sebagaimana media telah banyak berperan sebagai sarana
penguatan dan promosi kebudayaan dan identitas (Bruce, 2018; Barizi, dkk, 2024;
Boxman-Shabtai, 2019; Mirshahvalad, 2024; Toron, 2023; West-Livingston, 2024;
Yunus, 2023).
Karenanya
studi ini tidak sependapat dengan Bourdeu (1977), yang berargumen bahwa JAI mengalami
kesulitan dalam melawan narasi dominan. Menurut Bourdeu, JAI dipersekusi dan
dihambat karena dianggap telah meninggalkan habitus (norma-norma) yang
berlaku secara mainstream di lingkungan Muslim. Pada saat yang sama, karena
pemutusan hubungan sosial (atau dikucilkan), JAI tidak lagi memiliki modal yang
memadai untuk bersaing dalam masyarakat arus-utama. Hubungan erat antara habitus
dan modal sebagai basis dominasi dan legitimasi (1977) mengukuhkan dominasi
arus-utama terhadap JAI lalu menjadikannya objek sasaran hujatan naratif.
Meskipun
Bourdeu (1977) membatasi pergerakan JAI, yang ditandai dengan persekusi oleh
arus-utama sebagai mayoritas (Hidayat, 2019), praktik bermedia dalam ruang
media baru menyediakan ruang bagi JAI untuk menavigasi diri dan mengimbangi
arus-utama yang menguasai mereka (Certeau, 1984). Selain itu, praktik media JAI
mencerminkan diri sebagai kegiatan media yang berorientasi untuk melawan teks ‘persekusi’
yang dikonstruksi dalam media arus-utama (Couldry, 2004). Melalui Certeau
(1984), JAI memperoleh semangat taktik dalam bermanuver, sedangkan dari Couldry
(2004) JAI mendapat pengakuan sebagai praktik media alternatif di tengah media
arus-utama.
Berdasarkan hal di atas, penelitian ini berfokus pada pertanyaan:
- Bagaimana praktik media JAI menjadi media alternatif dalam melawan konstruksi teks ‘persekusi’ yang dilakukan oleh media arus-utama?
- Apa narasi taktis JAI melalui praktik media dalam melawan dominasi arus utama?
Rujukan
Bourdieu,
P. (1977). Outline of a theory of practice. Cambridge
University Press.
De
Certeau, M. (1984). The practice of everyday life. University of
California Press.
Couldry,
N. (2004). Theorising media as practice. Social Semiotics, 14 (2),
115-132, 10.1080/1035033042000238295.
Barizi,
A., Rohmah, S., Kholish, M. A., & Hikmah, N. (2024). Islam, visual morality
and gender identity in cyberspace: The agency, controversy and popular piety of
Ria Ricis. Journal of Religion, Media and Digital Culture, 13(1),
20-42. https://doi.org/10.1163/21659214-bja10113.
Bruce,
T. (2018). New technologies, continuing ideologies: Online reader comments as a
support for media perspectives of minority religions. Discourse,
Context & Media, 24, 53-75, https://doi.org/10.1016/j.dcm.2017.10.001.
Boxman-Shabtai,
L. (2019). The practice of parodying: YouTube as a hybrid field of cultural
production. Media, Culture & Society, 41(1), 3-20. https://doi.org/10.1177/0163443718772180.
Campbell,
H.A., & Tsuria, R. (2022). Digital religion understanding religious
practice in digital media. Routledge.
Mirshahvalad,
M. (2024). Shiʿa Smartphone Communities: Trends of continuity and change. Journal
of Religion, Media and Digital Culture, 13 (1),
1-19. https://doi.org/10.1163/21659214-bja10108.
Toron,
V. B., Waton, F. R., Dancar, A., Lelu Beding, S., & Watomakin, D. B.
(2023). Integration of digital media in religious activities: Potential and
challenges for Catholic education. Religió Jurnal Studi Agama-Agama, 13(2),
165–187. https://doi.org/10.15642/religio.v13i2.2481.
Wang,
D., & Guo, S. Z. (2023). Aggregation and the new news order: A practice
theory approach. Digital Journalism, 1–23. https://doi.org/10.1080/21670811.2023.2273529.
Witschge,
T., & Harbers, F. (2018). "6. Journalism as
practice". Journalism, edited by Tim P. Vos, Berlin, Boston:
De Gruyter Mouton, pp. 105-124. https://doi.org/10.1515/9781501500084-006.
West-Livingston,
L., & Johnson, A. (2024). Branding yourself through social media in
vascular surgery. JVS-Vascular Insights. https://doi.org/10.1016/j.jvsvi.2024.100131.
Yunus,
M., Taufiq, F., & Tsauro, A. (2023). Promoting religious moderation in new
media: Between contestation and claiming religious authority. Edukasia
Islamika, 8(1), 21–40. https://doi.org/10.28918/jei.v8i1.372.
Hidayat,
J. (2019). "Toleransi dalam Narasi Mayoritas-Minoritas." Detiknews. https://news.detik.com/kolom/d-4409920/toleransi-dalam-narasi-mayoritas-minoritas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar