Kamis, 05 September 2024

 

Praktik Media Ahmadiyah

sebagai Ruang Alternatif dan Taktik Melawan Dominasi Media Arus Utama

(SAP 2: Media dan Praktik - Revisi)

 

Para peneliti sebelumnya menyatakan bahwa media sebagai praktik telah menyebabkan hilangnya dominasi pembuat teks media dalam mengatur/menguasai penerima atau konsumennya (Raetzsch, 2020; Wang & Guo, 2023; Witschge & Harbers, 2018; Campbell, 2022). Artinya, media sebagai praktik telah menempatkan kegiatan bermedia bukan lagi sekadar praktik konstruksi teks yang dikuasai oleh pihak dominan. Studi ini menggunakan pemikiran Couldry (2004) untuk mengkaji kegiatan media Jama’ah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam melawan narasi struktur dominan melalui praktik bermedia yang mereka lakukan. Menurut Couldry, media tidak hanya sebagai teks atau objek konsumsi, tetapi sebagai rangkaian praktik yang dilakukan orang dalam interaksi mereka sehari-hari dengan media (Couldry, 2004). Couldry mengkritik gagasan fungsionalisme media, mengakui keragaman praktik media, dan mendorong praktik-praktik media untuk dapat berperan dalam mengatur ulang praktik-praktik sosial lainnya. Studi ini berargumen bahwa praktik media JAI telah mencerminkan wujud keragaman media di tengah media arus-utama yang dominan di mana JAI melawan konstruksi teks media arus-utama yang melihat mereka sebagai objek.

 Studi ini sejalan dengan kerangka de Certeau (1984) yang memandang praktik media JAI sebagai taktik dalam melawan struktur dominan. JAI dapat memainkan taktik sehari-hari melalui narasi media yang mereka miliki untuk melawan arus-utama yang berada pada kutub ‘strategis’ (Certeau, 1984). Certeau (1984) berfokus pada gagasan bahwa orang-orang biasa bukan sekadar pasif tetapi aktif dan dapat memanipulasi lingkungan di sekitarnya melalui tindakan sehari-hari, melalui ‘taktik’. Apabila “strategi” berada dalam wilayah penguasa untuk mengatur dan mendisiplinkan, taktik memungkinkan individu untuk menentukan arah interaksinya dengan kekuasaan melalui praktik-praktik subversif sehari-hari. Melalui kerangka ini, JAI menggunakan manuver taktis JAI dengan cara bernarasi secara soft melalui media untuk berhadapan dengan kekuasaan arus-utama.

Untuk dapat bertahan dalam struktur yang menguasainya, JAI bisa melakukan berbagai dinamika taktis (Certeau, 1984). Media, dalam hal ini new media dengan sifat keterbukaannya, menjadi ruang untuk memainkan narasi taktis dalam melawan narasi dominan, sebagaimana media telah banyak berperan sebagai sarana penguatan dan promosi kebudayaan dan identitas (Bruce, 2018; Barizi, dkk, 2024; Boxman-Shabtai, 2019; Mirshahvalad, 2024; Toron, 2023; West-Livingston, 2024; Yunus, 2023).

Karenanya studi ini tidak sependapat dengan Bourdeu (1977), yang berargumen bahwa JAI mengalami kesulitan dalam melawan narasi dominan. Menurut Bourdeu, JAI dipersekusi dan dihambat karena dianggap telah meninggalkan habitus (norma-norma) yang berlaku secara mainstream di lingkungan Muslim. Pada saat yang sama, karena pemutusan hubungan sosial (atau dikucilkan), JAI tidak lagi memiliki modal yang memadai untuk bersaing dalam masyarakat arus-utama. Hubungan erat antara habitus dan modal sebagai basis dominasi dan legitimasi (1977) mengukuhkan dominasi arus-utama terhadap JAI lalu menjadikannya objek sasaran hujatan naratif.

Meskipun Bourdeu (1977) membatasi pergerakan JAI, yang ditandai dengan persekusi oleh arus-utama sebagai mayoritas (Hidayat, 2019), praktik bermedia dalam ruang media baru menyediakan ruang bagi JAI untuk menavigasi diri dan mengimbangi arus-utama yang menguasai mereka (Certeau, 1984). Selain itu, praktik media JAI mencerminkan diri sebagai kegiatan media yang berorientasi untuk melawan teks ‘persekusi’ yang dikonstruksi dalam media arus-utama (Couldry, 2004). Melalui Certeau (1984), JAI memperoleh semangat taktik dalam bermanuver, sedangkan dari Couldry (2004) JAI mendapat pengakuan sebagai praktik media alternatif di tengah media arus-utama.

Berdasarkan hal di atas, penelitian ini berfokus pada pertanyaan:

  1. Bagaimana praktik media JAI menjadi media alternatif dalam melawan konstruksi teks                  ‘persekusi’ yang dilakukan oleh media arus-utama?
  2. Apa narasi taktis JAI melalui praktik media dalam melawan dominasi arus utama?

 

Rujukan

Bourdieu, P. (1977). Outline of a theory of practice. Cambridge University Press.

De Certeau, M. (1984). The practice of everyday life. University of California Press.

Couldry, N. (2004). Theorising media as practice. Social Semiotics, 14 (2), 115-132, 10.1080/1035033042000238295.

 Barizi, A., Rohmah, S., Kholish, M. A., & Hikmah, N. (2024). Islam, visual morality and gender identity in cyberspace: The agency, controversy and popular piety of Ria Ricis. Journal of Religion, Media and Digital Culture13(1), 20-42. https://doi.org/10.1163/21659214-bja10113.

Bruce, T. (2018). New technologies, continuing ideologies: Online reader comments as a support for media perspectives of minority religions. Discourse, Context & Media24, 53-75, https://doi.org/10.1016/j.dcm.2017.10.001.

Boxman-Shabtai, L. (2019). The practice of parodying: YouTube as a hybrid field of cultural production. Media, Culture & Society, 41(1), 3-20. https://doi.org/10.1177/0163443718772180.

Campbell, H.A., & Tsuria, R. (2022). Digital religion understanding religious practice in digital media. Routledge.

Mirshahvalad, M. (2024). Shiʿa Smartphone Communities: Trends of continuity and change. Journal of Religion, Media and Digital Culture13 (1), 1-19. https://doi.org/10.1163/21659214-bja10108.

Toron, V. B., Waton, F. R., Dancar, A., Lelu Beding, S., & Watomakin, D. B. (2023). Integration of digital media in religious activities: Potential and challenges for Catholic education. Religió Jurnal Studi Agama-Agama13(2), 165–187. https://doi.org/10.15642/religio.v13i2.2481.

Wang, D., & Guo, S. Z. (2023). Aggregation and the new news order: A practice theory approach. Digital Journalism, 1–23. https://doi.org/10.1080/21670811.2023.2273529.

Witschge, T.,  &  Harbers, F. (2018). "6. Journalism as practice". Journalism, edited by Tim P. Vos, Berlin, Boston: De Gruyter Mouton, pp. 105-124. https://doi.org/10.1515/9781501500084-006.

West-Livingston, L., & Johnson, A. (2024). Branding yourself through social media in vascular surgery. JVS-Vascular Insights. https://doi.org/10.1016/j.jvsvi.2024.100131.

Yunus, M., Taufiq, F., & Tsauro, A. (2023). Promoting religious moderation in new media: Between contestation and claiming religious authority. Edukasia Islamika8(1), 21–40. https://doi.org/10.28918/jei.v8i1.372.

Hidayat, J. (2019). "Toleransi dalam Narasi Mayoritas-Minoritas." Detiknews. https://news.detik.com/kolom/d-4409920/toleransi-dalam-narasi-mayoritas-minoritas.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Media Ahmadiyah dan Perlawanan Terhadap Meta-Narasi Keagamaan Mayoritas SAP 13               Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa k...