Minggu, 04 Agustus 2019

Dakwah Lintas Budaya: Pengantar


Prolog

Dakwah lintas budaya merupakan kegiatan dakwah yang terjadi dalam konteks masyarakat berbeda budaya. Prosesnya dilakukan dengan memerhatikan konteks di mana dakwah itu disampaikan. Masyarakat sebagai mad'u atau penerima dakwah tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang hampa nilai. Mereka hidup dalam dinamika sosial kebudayaan yang luar biasa. Inilah yang menjadi alasan mengapa dakwah harus mempertimbangkan konteks sosio-kultural masyarakat yang didakwahi.

Lantas Apa yang Dimaksud Dakwah Lintas Budaya?

Dakwah sendiri berasal dari kata da'a-yad'u-da'watan, yang berarti mengajak dan menyeru. Dakwah dalam pengertian ini tampaknya terbatas hanya pada tindakan informatif semata, tetapi Islam mendorong lebih dari sekadar menginformasikan sesuatu. Karenanya, term dakwah dapat diartikan secara kontekstual, yaitu tidak hanya sebatas mengajak kepada jalan kebaikan, tapi juga segala bentuk tindakan yang mengarahkan manusia kepada jalan Allah. Kegiatan pembimbingan,  pembinaan, pembangunan, dan pengembangan komunitas dalam pengertian luas dapat disebut sebagai bentuk dakwah Islam. 

Dakwah Islam merujuk kepada sumber utama ajaran Islam, yaitu al-Qur'an dan Hadits. Dua sumber ini dengan segala interpretasinya harus menjadi rujukan dakwah Islam. Dua sumber tersebut dalam hal-hal tertentu sangatlah absolut dan tidak dapat diganggu-gugat, tetapi pada batasan yang lain, untuk hal-hal yang bersifat umum (zhanni) terbuka ruang untuk dimaknai, didiskusikan, dan bahkan disesuaikan dengan realitas sosial yang dinamis. Inilah makna dari al-Islam shalih likulli zaman wa makan (dakwah Islam melampaui ruang dan waktu).

Keterbukaan pesan Islam untuk diinterpretasikan menjadi jaminan bagi kesiapan Islam untuk berinteraksi dengan realitas lain yang berbeda. Islam tidak semata-mata mengubah apapun yang tampak dari kebudayaan manusia. Islam dengan fleksibelitas ajarannya mencoba untuk beradaptasi dengan realitas perbedaan, meskipun Islam di satu sisi dalam posisinya sebagai ajaran adalah sebuah dogma yang sangat instruksional dari Sang Khaliq. Watak keterbukaan ini pula lah yang menjadi dasar dakwah lintas budaya. 

Dakwah lintas budaya merujuk pada prinsip Islam rahmatan li alamin sebagaimana ciri-cirinya yang telah dipaparkan di atas. Dakwah lintas budaya pada hemat saya berbeda jauh dengan dakwah yang dilakukan oleh sementara kalangan Islam dalam bentuk dakwah coersive (pemaksaan). Dakwah lintas budaya mencoba menerjemahkan pesan-pesan Islam dalam konteks masyarakat yang sarat dengan kebudayaan, dengan cara-cara yang soft, lembut, dan penuh apresiasi.

Urgensi Dakwah Lintas Budaya: Merespons Trend Budaya Kontemporer

Studi lintas budaya akan memberikan beragam perspektif dalam melaksanakan dakwah Islam. Sebagaimana dimaklum bahwa pada saat ini Islam mau tidak mau harus berhadapan dengan kemajuan masyarakat dengan beragam ekspresi dan trend kebudayaannya. Masyarakat hari ini adalah masyarakat dengan segala kemungkinan yang terjadi. Mereka di satu sisi, meski tidak semua, hidup dalam keadaan instabilitas dan labilitas yang sangat tinggi. Instabilitas ini paling tidak ditunjukkan dengan ketidaksiapan mereka menerima atau melihat realitas baru yang muncul di hadapan mereka. Kebudayaan baru apapun gampang sekali mengambil alih dan mengikis posisi penting nilai-nilai luhur yang mengakar dalam masyarakat. Karenanya perspektif dakwah yang kontekstual harus menjadi perhatian serius. 

Di antara faktor penting pendorong perubahan dan instabilitas masyarakat adalah pergerakan cepat dari pertumbuhan teknologi media. Keberadaan media yang dapat dimanfaatkan secara terbuka oleh siapapun memberikan beragam informasi yang dalam batas tertentu dapat mengubah persepsi masyarakat tentang kematangan nilai. Bagi sebagian masyarakat, kematangan nilai itu tidak pernah ada. Umumnya pendapat seperti ini diilhami oleh pikiran postmodernisme. Masyarakat hari-hari ini adalah masyarakat kontemporer yang gampang sekali berubah. Dakwah lintas budaya diarahkan untuk mengambil bagian dalam konteks demikian.

Kegagalan dakwah Islam bisa berangkat dari ketidaksiapan menghadapi masyarakat yang berubah sedemikian cepat. Dakwah yang dijalankan dengan cara-cara lama umumnya tenggelam dalam hiruk pikuk kesibukan masyarakat. Dalam kondisi tertentu, dan ini yang menyedihkan, dakwah Islam tidak jarang dimanfaatkan untuk kepentingan yang bernuansa politis. Islam menjadi alat praktis untuk meraih kepentingan pragmatis oleh segelintir orang. Hal ini terjadi dan tidak dapat dibantah, karena memang ajaran Islam kehilangan strategi terbaiknya dalam membimbing manusia. Alih-alih dapat membimbing manusia ke jalan yang benar, dakwah Islam justru dinarasikan di bawah orientasi politik yang tidak sehat. Karenanya, dakwah Islam dengan perspektif lintas budaya juga memberikan arahan tentang bagaimana masuk ke ranah sosial-praktis seperti politik sebagai pembimbing dan penunjuk jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gerakan Akomodatif Salafisme: Review Kritis

            Salafi sering dianggap sebagai kelompok sempalan yang tidak memiliki orientasi kebangsaan yang tinggi. Adeni (2020: 49) meliha...